Monday, April 2, 2012

Hitung - Hitung Senyum

SENYUM         

Sekali senyum, curiga hilang

Dua kali senyum, jadi sahabat

Tiga kali senyum, hati penuh damai

Empat kali senyum, beban jadi ringan

Lima kali senyum, rejeki datang

Enam kali senyum, gigi kering

Tuesday, March 27, 2012

Cara Ampuh Biar Semangat Belajar


Motivasi belajar setiap orang tidaklah sama tergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Tapi gimana yah cara agar semangat belajar nggak mengendur?

Sebenarnya terdapat 2 faktor stimulus motivasi belajar yaitu:

Pertama motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.

Kedua motivasi belajar dari faktor eksternal yaitu dapat berupa rangsangan dari orang lain atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi psikologis orang yang bersangkutan.

Tips-tips meningkatkan motivasi belajar

Motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan cita-cita atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu dibutuhkan pengkondisian tertentu agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi.

Yuk ikuti tips-tips berikut untuk meningkatkan motivasi belajar kita:
Bergaul dengan orang yang giat belajar

Pernah dengar kan analogi orang yang berteman dengan tukang pandai besi atau penjual minyak wangi. Jika kita bergaul dengan tukang pandai besi maka kita pun turut terciprat bau bakaran besi dan jika bergaul dengan penjual minyak wangi kita pun akan terciprat harumnya minyak wangi. Kebiasaan dan semangat mereka akan menular kepada kita

Bergaul dengan orang-orang yang senang belajar dan berprestasi akan membuat kita pun gemar belajar. Selain itu coba cari orang atau komunitas yang mempunyai kebiasaan baik dalam belajar.

Bertanyalah tentang pengalaman di berbagai tempat kepada orang-orang yang pernah atau sedang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi orang-orang yang mendapat beasiwa belajar di luar negeri atau orang-orang yang mendapat penghargaan atas sebuah prestasi.
Belajar apapun

Pengertian belajar di sini dipahami secara luas baik formal maupun nonformal. Kita bisa belajar tentang berbagai keterampilan seperti merakit komputer belajar menulis membuat film berlajar berwirausaha dan lain lain-lainnya.
Belajar dari internet

Kita bisa memanfaatkan internet untuk bergabung dengan kumpulan orang-orang yang senang belajar. Salah satu milis dapat menjadi ajang kita bertukar pendapat pikiran dan memotivasi diri. Sebagai contoh jika ingin termotivasi untuk belajar bahasa Inggris kita bisa masuk ke milis Free-English-Course@yahoogroups.com.
Bergaulah dengan orang-orang yang optimis dan selalu berpikiran positif

Di dunia ini ada orang yang selalu terlihat optimis meski masalah merudung. Kita akan tertular semangat gairah dan rasa optimis jika sering bersosialisasi dengan orang-orang atau berada dalam komunitas seperti itu dan sebaliknya.
Cari motivator

Kadangkala seseorang butuh orang lain sebagai pemacu atau mentor dalam menjalani hidup. Misalnya: teman pacar ataupun pasangan hidup. Kamu juga bisa melakukan hal serupa dengan mencari seseorang/komunitas yang dapat membantu mengarahkan atau memotivasimu belajar dan meraih prestasi.

5 Kunci Kepemimpinan




Mendapatkan jabatan formal “pemimpin” ternyata tidak lebih penting daripada menjadi “pemimpin sejati”. Sebab, pemimpin sejati itu merupakan sosok langka dan efektif di dalam memimpin manusia. Sosok pemimpin yang berpengaruh besar terhadap sukses gagalnya organisasi (team) dalam meraih tujuannya. Sosok pemimpin yang benar-benar mampu untuk unjuk gigi.

Nah, dalam artikel ini disajikan 5 kunci leadership yang berisi langkah-langkah praktis untuk menjadi pemimpin yang efektif. Mudah dipelajari dan mudah dilakukan. Siapkah kamu untuk menjadi pemimpin yang baik?


Kunci 1 : Solutif dengan Menyederhanakan Masalah

Alasan mengapa pemimpin itu penting (dibutuhkan) dalam setiap permasalahan yang kompleks adalah karena kemampuannya mengatasi masalah dengan solusi yang praktis. Nah, kamu pun bisa memimpin asal kamu mau mengambil inisiatif dan berani membenarkan sesuatu yang salah atau pun bermasalah. Jangan takut untuk memulai suatu proyek atau mencoba hal-hal baru!


“Never be afraid to try something new… remember, the Titanic was built by professionals, but Noah’s Ark was built by an amateur.” Author Unknown

Memulai hal yang baru tentu membuatmu menemui banyak masalah. Ingat, pemimpin dan masalah itu adalah dua hal yang tidak bisa lepas satu sama lain. Bahkan, setelah puluhan tahun kamu memimpin. Sebagai pemimpin yang baik, kamu harus mampu memecahkan masalahmu dan masalah teammu!

Lihatlah akar masalahnya dan jadikan itu sederhana! Lakukan investigasi, evaluasi, pemetaaan, dan pengorganisasian secara sistematis. Lalu, komunikasikan solusi aksi dengan cara yang paling baik, paling mudah, paling praktis, dan paling sederhana dari yang pernah ada. Tawarkan solusi itu dengan kesan tidak menggurui mereka. (Ya Pak Guru – :p) Mereka pun akan respect kepadamu.

“Anda tidak bisa mengajari seseorang apa pun; Anda hanya bisa membantunya menemukan hal itu dalam dirinya sendiri.” Galileo

Kunci 2 : Kebijaksanaan dalam Bingkai Keadilan

Kebijaksanaan pemimpin terletak dalam pengambilan keputusan & prioritas. Jadilah orang yang arif bijaksana. Ada saat di mana kamu harus melibatkan team dalam proses pengambilan keputusan. Ada pula saat untuk memutuskan sendiri dengan cepat. Lihat pula kepada siapa kamu akan memihak dan untuk apa kamu harus memihak. Jadilah pemimpin yang adil. Menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.

Selain itu, hati-hati dengan prioritas. Tentang apa yang harus diutamakan (diselesaikan) terlebih dahulu. Cari yang penting dan mendesak. Prioritas ini juga menyangkut pelayanan. Utamakan pelayanan daripada uang, pujian, kepentingan pribadi atau hal-hal egois lainnya. Ingat, memimpin itu bukan untuk dilayani, namun justru melayani. Itulah beratnya pemimpin sejati. Utamakan pelayanan maka kamu akan menjadi pemimpin yang bijak. Dengan memberi dan bersikap adil, kita akan mendapatkan balasan yang jauh lebih besar.

Kepemimpinan dan kehidupan itu ibarat sebidang tanah. Jika kamu tidak mau mencangkulnya, berpanas-panasan, menanam bibit, mengairi, memupuknya, dan memeliharanya; maka jangan harap akan panen wortel dari tanah tersebut. Bahkan, jika kamu melakukan semua itu tapi lupa satu hal saja – “tidak menanam bibit wortel” – maka kamu tidak akan pernah mendapatkan wortel Inilah dasar-dasar keadilan. Rahasia besar kehidupan dan kepemimpinan.

“If a little money doesn’t go out; great money won’t come in.” Chinese Proverb


Kunci 3 : Memahami & Membagi Alamatnya

Buat visi yang jelas dan pahami. Bagikan ke anggota team sebuah visi yang menggoda hati, pikiran, jiwa dan semangat mereka. Jangan sampai ada kabut ketidaktahuan & ketidakjelasan tentang posisi individu (team) & arah individu (team). Bisa-bisa, mereka akan nyasar ke kuburan Sebelum itu terjadi, tak seorang pun mau mengikutimu andaikata kamu tidak tahu ke mana harus melangkah. Jadi, jawablah pertanyaan “Kemana kita akan pergi?” (alamat yang jelas – jangan sampai nyasar ke kuburan )

Komunikasikan dengan baik. Minta feedback. Tanyakan apa yang akan mereka lakukan. Jika mereka menjawab dengan jelas sesuai visi yang dikomunikasikan, maka transfer visi telah berjalan dengan baik.

Membagi alamat itu soal komunikasi. Maka, jadilah orang yang terbuka dan positif. Hindari gosip, ejekan atau hal-hal bodoh di belakang apalagi di muka. Ingat, ini bukan acara infotainment Jadilah orang yang besar dengan sabar. Kendalikan dirimu tentu kamu akan bisa mengendalikan orang lain. Hal ini harus kamu lakukan sebab manusia itu punya nilai, idealisme, budaya serta latar belakang yang berbeda-beda. Sadarlah dan jagalah perbedaan individu ini. Manfaatkan perbedaan menjadi kekuatan dengan jalan mempersaudarakan dan mempersatukan (bukan menyamaratakan).

Jawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Dapatkah kamu beradaptasi? Benarkah kamu peduli? Ke mana kita akan pergi? Bagaimana caranya? Apa yang harus segera kamu lakukan?

“The world has the habit of making room for the man whose words and actions show that he knows where he is going.” Napoleon Hill

Kunci 4 : Perangko Keteladanan & Kedisiplinan

Jangan lagi mengembangkan budaya: “Lakukan seperti apa yang saya katakan” namun kembangkan budaya “Lakukan sebagaimana yang saya lakukan.” Permasalahan ini erat kaitannya dengan integritas. Kamu benar-benar melakukan apa yang kamu katakan (rencanakan). Anggota team pun akan terinspirasi dengan keteladananmu.

Ibarat coklat lezat yang dipajang di toko-toko. Kamu tidak akan menikmatinya jika kamu tidak membeli dan memakannya. Walaupun kamu mengatakannya kepada teman-temanmu berkali-kali, “Coklat itu akan kubeli dan untuk kita nikmati”

Jika kamu gagal, maka rencana hanya tinggal rencana. Kepemimpinanmu berusia pendek. Rencana, visi, dan strategi memang merupakan kunci yang cukup penting. Namun kamu harus melakukan aksi dan memberi keteladanan untuk membuktikannya. Lakukan itu dengan disiplin dan keberanian mengambil resiko.

Tanpa kedisiplinan, determinasi, fokus, ketekunan dan persistensi, kamu tidak akan pernah meraih hasil. Walaupun rencana dan design kamu yang nomor satu.


“Be like a postage stamp. Stick to one thing until you get there.” Josh Billings

Kunci 5 : Kesabaran untuk Terus Belajar

Bersabarlah dan selalu belajar setiap hari. Baik dari sumber literatur maupun dari pengalaman (lapangan). Kemampuan leadershipmu akan meningkat seiring dengan pembelajaran yang kamu lakukan. Semua orang punya cacat dan kekurangan. Tapi mereka akan mampu mengatasinya jika mereka terus belajar dan bersabar meraih hasil yang terbaik.

“No great thing is created suddenly, any more than a bunch of grapes or a fig. If you tell me that you desire a fig; I answer you that there must be time. Let it first blossom, then bear fruit, then ripen.” Epictetus

Itu saja dulu. Lima kunci sederhana yang penting dan mudah dilakukan. Jika kamu masih ragu (soal kemampuan menjadi pemimpin yang baik), maka perhatikan apa yang telah dikatakan oleh W. Churchill “A pessimist sees the difficulty in every opportunity; an optimist sees the opportunity in every difficulty.”

Perhatikan pula pribadi-pribadi berikut: Muhammad, Musa, Soekarno, Soedirman, Gadjah Mada, Mahatma Gandhi, Nelson Mandela, Abraham Lincoln, John F. Kennedy, Umar bin Khattab, Umar bin ‘Abdul Aziz dan pemimpin-pemimpin lainnya. Lihatlah apa yang mereka lakukan dan perubahan apa yang terjadi pada orang – orang yang mereka pimpin.

MEMBIMBING SISWA “NAKAL”


“Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada konseli untuk mengenal diri dan lingkungannya dan merencanakan masa depan”

Muara dari pelayanan bimbingan dan konseling adalah tercapainya siswa yang mandiri baik mandiri secara fisik dan mandiri secara psikologis, sehingga konseli memperoleh kesejahteraan.

Profesionalisasi konselor sangat dibutuhkan dalam pemberian layanan kepada konseli. Dalam hal ini konselor sekolah benar-benar harus memahami konteks tugas dan ekspektasi kinerja Konselor. Juga yang tidak boleh dilupakan adalah pemahaman konselor tentang standar kompetensi konselor dan standar kemandirian peserta didik.

Dalam artikel ini, kita tidak akan membahas lebih jauh tentang Bimbingan Konseling secara teoritis, tetapi penulis berusaha belajar merefleksi salah satu penanganan masalah siswa yang dikategorikan “anak nakal”.

“Siapakah anak nakal?”

Sebenarnya kita mempunyai keragaman tentang cara memandang “anak nakal”. Anak yang tidak mengerjakan tugas-tugas guru(*PR), anak yang tidak patuh kepada perintah guru atau orang tua, anak yang suka tawuran, anak yang lebih suka di tempat-tempat keramaian (mall, terminal dsb), anak yang suka membolos dan sejenisnya adalah ciri-ciri anak nakal?

Selanjutnya pandangan kita tentang pribadi anak nakal pun berbeda-beda. Ada guru yang melihat siswanya mencukur rambutnya dengan model tertentu karena meniru tokoh idolanya di TV, sehingga kelihatan norak. Guru tersebut memandang itu adalah perilaku preman yang harus dibasmi, sehingga tak segan-segan guru menghukum siswa tersebut dengan hukuman yang berat. Ada juga yang acuh terhadap perilaku siswanya di sekolah. Setiap beliau ditanya, jawabnya adalah “ah… itu kan biasa untuk anak muda!”, Nah, manakah diantara dua tanggapan ini yang dianggap paling tepat?

Bagaimana Guru harus berperan

Menghadapi siswa yang nakal/bermasalah, sebenarnya semua elemen di sekolah harus ikut berperan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Namun yang perlu ditekankan disini adalah peranan wali kelas, Kesiswaan, Konselor sekolah dan Guru serta peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor, sangat menentukan tuntas atau tidaknya masalah siswa.

Banyak sekolah yang sudah tepat dalam menangani contoh masalah seperti ini, yaitu dengan mengintensifkan peranan wali kelas yang selalu koordinasi dengan Konselor Sekolah dan Kepala Sekolah dengan memperhatikan masukan-masukan dari Kesiswaan dan para Guru, tetapi ada sekolah-sekolah yang masih menggunakan paradigma lama, yaitu menyerahkan siswa yang nakal kepada guru BK. Sehingga guru BK/ Konselor sekolah mempunya peranan ganda, yaitu sebaga Polisi Sekolah ( petugas ketertiban) dan sebagai pembimbing siswa.

“Apa yang harus dilakukan Konselor Sekolah?”

Menolak siswa bermasalah (nakal), bukanlah pilihan guru BK (konselor Sekolah) yang bijak. Malah kalau Konselor Sekolah menolak itu berarti menolak tugas dan tanggungjawab.

Besar dan Kecil

Rata-rata orang dewasa/tua, menganggap remaja(siswa) adalah sosok yang sudah besar yang harus mandiri, disiplin, patuh dan seabrek tuntutan lainnya layaknya orang yang sudah dewasa. Tetapi sering dalam perlakuan sehari-hari dianggap seperti anak kecil yang harus selalu diarahkan dalam beraktifitas dan dalam segala hal. Kemudian kaitannya dengan masalah, dianggapnya masalah anak remaja itu sesuatu yang tidak terlalu serius (kecil) dibandingkan dengan masalah orang dewasa, sedangkan kalau remaja membuat pelanggaran, dianggapnya sesuatu yang sangat besar dan harus diberikan hukuman yang berat.

Remaja, adalah masa pertumbuhan menuju masa dewasa awal, dengan berbagai kendala fisik dan psikologis yang menyertainya. Pertumbuhan tubuh yang kurang proposional, perasaan ingin dihargai, ingin dicintai dan sebagainya kadang kala dan sering menjadi hambatan dalam pergaulan sosialnya.

Pemberian konseling sangat efektif dalam mengentaskan berbagai permasalahan pada diri siswa (remaja).

MEMBACA KARAKTER ORANG LEWAT TULISAN TANGAN


Saat kita menulis sebenarnya tangan kita hanya sebagai alat untuk memegang pena. Gaya tulisan kita itu berasal dari pikiran bawah sadar kita. maka bisa dikatakan bahwa tulisan bisa mengungkapkan berbagai perasaan emosi si penulisnya. Tentu saja untuk mengetahuinya tidak sembarangan ada ilmu membaca rahasia dibalik tulisan tangan atau yang disebut dengan graphology. Ambil pulpenmu dan tuliskan sesuatu yang mana yah kira-kira karaktermu? Berikut penjelasan secara garis besarnya.

Tekanan

Dari kuat atau ringannya tekanan tulisan seseorang kita dapat mengetahui karakter orang tersebut. Bisa kamu perhatikan dengan memperhatikan bekas goresan dibalik kertas.

Tekanan yang kuat: Orang yang tulisannya tebal hingga menimbulkan bekas coretan dibalik kertas biasanya mereka memiliki emosional yang tinggi. Terlalu mendalami perasaan mereka baik itu bahagia atau sakit hati. Mereka menyerap segala suatu seperti spon. Biasanya mereka juga memiliki selera yang tinggi. Tegas dan memiliki keinginan yang kuat bahkan cenderung memaksakan orang lain untuk menuruti kemauan meraka. Makanya tak jarang orang yang memiliki tekanan tulisan seperti ini biasanya kaku susah menyesuaikan diri dalam pergaulan.

Tekanan yang ringan: Tulisan yang memiliki tekanan halus mencerminkan kepribadian yang tenang dan santai. Mereka lebih bertoleransi pengertian sulit mengambil keputusan dan biasanya mudah terpengaruh
Ukuran

Tulisan besar, Orang yang menulis dengan ukuran tulisan yang besar biasanya cenderung suka diperhatikan selalu ingin tampil didepan dan ingin didengarkan.

Tulisan kecil, Orang yang menulis dengan ukuran kecil biasanya lebih memperhatikan detail introspektif cenderung lebih pendiam dan mandiri
Kemiringan

Miring ke kanan, Orang dengan tulisan seperti ini biasanya memiliki karakter yang impulsif emosional aktif suka bergaul ramah menyukai tantangan lebih terbuka (ekstrovert) dan ekspresif.

Miring ke kiri, Jenis tulisan seperti ini biasanya penulisnya bersikap menutup diri (introvert). Lebih protektif selalu berpikir logis dan mencerminkan sifat seseoarang yang lebih menarik diri.

Tegak Lurus, Orang yang memiliki tulisan tegak lurus mencerminkan seseorang yang bisa mengontrol diri dan bisa menahan perasaanya. Tidak suka diatur dan mempertimbangkan sesuatu lebih ke pikiran dari pada perasaan.

Kondisi Psikologis Siswa dalam Menghadapi Ujian Nasional (Cara Mengatasinya)


Pada tanggal 16–19 April 2012 akan dilaksanakan Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SMA/MA, SMALB, SMK, tanggal 22-26 April 2012 untuk SMP/MTs, dan SMPLB, dan tanggal 7-9 Mei 2012 untuk SD/MI,dan SDLB. Untuk mempersiapkan menghadapi UN tersebut, siswa selain mempelajari materi pelajaran yang diujikan juga perlu mempersiapkan diri dari segi psikologis supaya dapat mengikuti UN dengan optimal.

Di sekolah siswa seharusnya sudah terbiasa dengan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik (guru) dan sekolah. Hal ini karena diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 63 ayat (1) Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester,ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik; bahan penyusunan laporan hasil belajar; dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,olahraga,dan kesehatan merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dalam bentuk Ujian Nasional bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.Ujian nasional dilakukan secara obyektif, berkeadilan,dan akuntabel. Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: (a) pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan; (b) dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (c) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ujian Nasional merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 72 ayat (1) Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:


menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulai, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani,olah raga,dan kesehatan;
lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
lulus Ujian Nasional.

Banyak siswa yang cerdas, pintar dalam berbagai mata pelajaran sukses dalam ujian nasional. Begitu pula siswa yang cerdas dan pintar dalam mata pelajaran merasa pisimis, mencari bocoran soal, membeli kunci jawaban, menerima kunci dari sms yang kurang pas. Sebagian siswa lagi tidak tahu, dan pasrah dalam kondisi tertekan, menurun daya ingatan, tidak terstruktur dan kusut ingatan pada meteri ujian, bayang-bayang pikiran menghantui kegagalan ujian, pikiran kacau, berkecamuk rasa malu dan takut tidak dapat menjawab soal ujian yang benar. Kondisi psikologis siswa seperti ini penting untuk mendapatkan pelayanan agar dapat sukses dalam Ujian Nasional.
Kondisi psikologis siswa bermacam-macam dalam menghadapi Ujian Nasional, hal ini disebabkan adanya dinamika psikis yang berbeda-beda dalam diri siswa. Siswa yang dinamika psikisnya baik tidak mengalami kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi ujian nasional. Sebaliknya siswa yang dinamika psikisnya tidak baik akan mengalami kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional.
Dinamika psikis adalah energi kejiwaan yang menggerakkan, yang penuh dinamika , yang akan membawa dan menuju sukses dalam menghadapi Ujian Nasional. Energi adalah kemampuan untuk bertindak. Energi merupakan ketetapan hati yang tidak tampak yang dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan hati mereka.Dalam diri siswa terdapat dua macam energi yaitu energi fisik dan energi psikis. Energi psikis jauh lebih penting dari energi fisik,karena dari alam bawah sadar yang dapat menimba banyak daya dan kekuatan disaat dibutuhkan. Formula untuk menghimpun yang dinamis,yaitu: (a) menentukan tujuan. Tiada sesuatu pun yang dengan sendirinya menjadi dinamis sebelum ditetapkan tujuan dengan jelas. (b) menjaga diri agar senantiasa dalam kondisi prima. (c) mengatur makanan yang bergizi, jangan melupakan vitamin. (d) mencari kesempatan agar dapat memberikan pelayanan kepada orang lain. Carilah emas yang tidak dapat lapuk. (e) ungkapkan rasa hormat dan penghargaan serta kebaikan kepada orang lain. (f) memperbaharui kekuatan dirinya setiap kali memperoleh keberhasilan.
Ditinjau dari segi energi, siswa yang kondisi psikologisnya mengalami kecemasan atau ketakutan, siswa tersebut sedang mengalami kehidupan keredupan energi psikis dirinya, ibarat lampu yang kehilangan pancaran sinarnya, padahal sinar itu mengandung makna bagi dirinya sendiri dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, konselor melalui layanan konseling menfokuskan untuk mengaktifkan dan membangun energi psikis yang ada pada diri siswa untuk sebesar-besarnya kemanfaatan bagi diri sendiri dan lingkungannya terkait dengan kesuksesan ujian nasional yang jujur dan akuntabel.
Siswa yang sedang mengalami kecemasan atau ketakutan adalah siswa yang sedang bermasalah dan sedang berada dalam keadaan tertekan, tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini siswa mudah terjajah oleh kekuatan-kekuatan yang merasuk ke dalam dirinya yang dapat semakin melemahkan dan menimbulkan berbagai kerusakan dirinya dan kegagalam dalam menghadapi ujian nasional. Siswa yang bermasalah adalah siswa terjajah. Potensi dan energi dirinya tidak berkembang atau tidak bersinar. Rasa aman siswa terganggu, kompetensi tidak bisa berfungsi, aspirasi terkungkung, semangat belajar layu, dan kesempatan yang terbuka baginya untuk sukses akan terbuang.
Konseling yang dilakukan oleh konselor akan membantu mengembangkan kekuatan pada diri siswa untuk mampu mendobrak dan keluar dari lingkaran setan serta memerdekaan dirinya dari rasa cemas dan takut menghadapi ujian nasional.Siswa harus mampu memproklamirkan kemerdekaan dirinya dari penjajahan kekuatan destruktif yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Dengan demikian konseling mendorong terjadinya pembebasan yang memungkinkan siswa mengaktifkan potensi dan energi psikis yang ada dalam dirinya.
Setelah proklamasi terjadi,maka konseling membawa siswa ke arah pembangunan diri bagi kemandiriannya dengan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi dan energi psikis, baik yang ada pada diri siswa maupun di luar. Konseling merupakan proses sinergik untuk mengoptimalkan energi psikis pada diri siswa dalam rangka pengembangan dan pengatasan kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi ujian nasional. Energi psikis yang baik pada diri siswa akan menimbulkan dinamika psikis baik sehingga tidak mengalami kecemasan dalam menghadapi ujian nasional.
Siswa yang dinamika psikisnya baik, tidak mengalami kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional, dimungkinkan karena :
sudah menguasai materi pembelajaran yang akan di Uji Nasional-kan;
penuh percaya diri, penuh rasa kemenangan, dan keberhasilan, serta siap menghadapi kenyataan;
sugesti diri yang positif akan keberhasilan dalam menghadapi Ujian Nasional;
memiliki kesiapan mental dan phisik dalam menghadapi Ujian Nasional;
menganggap bahwa ujian adalah merupakan hal yang biasa dan harus dilalui dalam proses pembelajaran;
menganggap bahwa lulus atau gagal adalah merupakan yang wajar dalam menghadapi Ujian Nasional;
ingin membuktikan kemampuan yang dimiliki apa sudah bisa mencapai standar kompetensi lulusan secara nasional yang ditetapkan dalam Ujian Nasional.

Sedangkan siswa yang dinamika psikisnya tidak baik akan mengalami kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional,dimungkinkan karena:
tidak menguasai materi pembelajaran yang akan di Uji Nasional-kan;
tidak percaya diri,dan tidak siap dan biasa menghadapi kenyataan;
tidak memiliki kesiapan mental dan phisik dalam menghadapi Ujian Nasional;
menganggap bahwa ujian (Ujian Nasional) adalah merupakan hal yang menakutkan;
menganggap Ujian Nasional harus lulus dan jika tidak lulus adalah tabu karena disekolah setiap ujian pasti lulus;
pembelajaran disekolah dianggap belum mencukupi untuk membekali dirinya dalam menghadapi Ujian Nasional;
proses pembelajaran di sekolah tidak menerapkan sistem evaluasi/ujian yang obyektif, berkeadilan,dan akuntabel;
hasil Ujian Nasional akan menentukan kelulusan pada akhir masa studi.

GEJALA PERILAKU KECEMASAN

Gejala perilaku siswa yang mengalami kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi ujian nasional, antara lain gejala phisik, gejala psikis, dan gejala sosial. Gejala phisik meliputi peningkatan detak jantung, perubahan pernafasan(nadi dan pernafasan meningkat), keluar keringa, gemetar, kepala pusing, mual, lemah, ngeri, sering buan air besar dan kencing, nafsu makan menurun, tekanan darah ujung jari terasa dingin, dan lelah. Gejala psikis meliputi perasaan akan adanya bahaya, kurang percaya diri, kurang tenaga/tidak berdaya, khawatir, rendah diri, tegang, tidak bisa konsentrasi, kesempitan jiwa, ketakutan , kegelisahan, berkeluh kesah, kepanikan, tidur tidak nyenyak, berdosa, terancam, dan kebingungan/linglung. Gejala sosial meliputi mencari bocoran soal, mencari kunci jawaban, menyontek, menyalahkan soalnya sulit, dan menyalahkan gurunya belum pernah mengajarkan materi yang diujikan.
Kecemasan merupakan kondisi psikologis dan bagian dari kehidupan manusia. Setiap manusia pernah mengalami kondisi psikologis ini. Kecemasan sering muncul pada orang yang dianggap normal, meskipun kecemasan merupakan simtom semua psikopathologi terutama neurotik. Kecemasan dan ketakutan biasa merasuki manusia, baik secara individual maupun komunal, sejak mereka memiliki kesadaran, kecuali orang yang dikasihi Allah dan diberi nikmat keimanan.
Kondisi psikologis dalam bentuk kecemasan akan terus meningkat seiring dengan pesatnya kemajuan peradaban material serta jauhnya manusia dari pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Allah swt. Masalah kecemasan atau ketakutan merupakan suatu titik temu, yang menghubungkan semua jenis pertanyaan penting, suatu teka teki dimana solusi memberikan kejelasan terhadap keseluruhan kehidupan mental siswa. Kecemasan merupakan buah kesulitan yang dibayar di muka, sebelum kesulitan itu sendiri terjadi. Kecemasan pada dasarnya bersifat merusak dan menghancurkan. Cara mengusir kecemasan adalah dengan menghalaunya dari pikiran dan menggantinya dengan pikiran spiritual yang positif.
Kecemasan atau ketakutan dapat berkembang dalam intensitas yang begitu besar dan sebagai konsekuensinya dapat menjadi penyebab bagi tindakan pencegahan yang berlebihan.Kecemasan yang disebabkan oleh neurosis kecemasan akibat gelisah (nervous anxiety) dalam menghadapi ujian nasional akan merugikan diri siswa untuk berkonsentrasi dalam belajar. Kata ”gelisah” dan ”cemas” digunakan saling menggantikan, seolah-olah mereka mempunyai arti yang sama. Hal ini tidak dapat dibenarkan.Bagaimanapun juga ada orang-orang yang sering cemas namun tidak gelisah dan selain itu ada orang-orang yang terserang neurotik dengan sejumlah gejala-gejala yang tidak menunjukkan kecenderungan untuk takut.
Kecemasan atau ketakutan yang dialami oleh siswa dalam menghadapi ujian nasional menurut teori Freud dinamakan adalah sebagai kecemasan obyektif (objective anxiety).Ketakutan riil bagi kita terlihat sebagi suatu hal yang sangat rasional dan alami. Hal ini kita sebut sebagai reaksi terhadap persepsi bahaya eksternal, yaitu Ujian Nasional yang dianggap sebagai sesuai yang menakutkan. Kemunculan kecemasan akan sangat tergantung pada seberapa besar pengetahuan dan penguasaan materi Ujian Nasional dikuasai oleh seorang siswa. Pada kesempatan yang lain, pengetahuan sendirilah yang mengakibatkan kecemasan, karena ia memperlihatkan adanya bahya dengan lebih cepat. Jadi siswa akan terlihat ketakutan melihat dirinya tidak siap menghadapi ujian nasional yang akan menjadi salah satu penentu kelulusan siswa dari sekolah.
Pada hakikatnya penguasaan pengetahuan yang telah disiapkan atau dimiliki yang mengakibatkan kecemasan atau ketakutan dalam menghadapi Ujian Nasional, karena ia memperlihatkan adanya bahaya jika tidak lulus. Kecemasan atau ketakutan obyektif bersifat rasional dan bermanfaat, karena dengan ini ini akan diketahui sebab dan cara mengatasinya. Di hadapan bahaya yang akan datang, satu-satunya tindakan pertama yang ada dalam pikiran siswa adalah menimbang kemampuan yang akan dikeluarkan dibanding dengan tingkat bahaya yang ada, dan kemudian lari atau bertahan,atau mungkin bahkan untuk menyerang. Hal ini sungguh merupakan prospek akan suatu hasil yang menggembirakan.
Perasaan takut sungguh tidak punya tempat dalam Ujian Nasional, sebab Ujian Nasional pada akhirnya harus dilakukan juga karena program pemerintah dan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan akan lebih baik jika rasa takut tidak dimunculkan. Jika rasa kecemasan atau ketakutan begitu besar pada diri siswa dalam menghadapi Ujian Nasional, maka akan melumpuhkan setiap usaha, bahkan usaha untuk lari dari kenyataan. Suatu reaksi terhadap bahaya (misalnya UN dianggap sebagai bahaya) merupakan kombinasi dari dua hal, yaitu rasa takut dan tindakan bertahan (defensif). Siswa yang ketakutan merasa takut dan akan melarikan diri, namun unsur yang dominan adalah ”melarikan diri” dan bukan ”perasaan takut”.
Kecemasan atau ketakutan akan memberi masukan pada siswa yang lebih baik. Perlunya kesiapan terhadap Ujian Nasional (bahaya) yang memperlihatkan dirinya dalam persepsi yang menakutkan atau mencemaskan. Kesiapan ini sungguh sangat menguntungkan, jika tidak ada kesiapan akan mendatangkan akibat yang buruk. Kesiapan terhadap rasa cemas atau takut terhadap Ujian Nasional sebagai unsur yang menguntungkan, dan perkembangan kecemasan merupakan unsur yang menguntungkan dalam apa yang disebut kecemasan atau rasa takut.
Kecemasan berhubungan dengan kondisi dan mengabaikan obyek, sedangkan ketakutan perhatian diberikan kepada obyek, yaitu berkaitan secara khusus dengan keadaan yang menyebabkan bahaya ketika bahaya muncul tanpa adanya kesiapan terhadap rasa takut menghadapi ujian nasional. Jadi dapat dikatakan bahwa kecemasan merupakan perlindungan terhadap ketakutan menghadapi ujian nasional.

SEPULUH JURUS KESIAPAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL

Jurus I : Penguasaan Materi Pembelajaran

Untuk menguasai materi pembelajaran siswa hendaknya sudah menguasai semua materi yang diajarkan oleh guru sesuai dengan standar kompetensi lulusan dalam kurikulum yang berlaku. Siwsa juga sudah menguasai semua materi yang diajarkan oleh guru pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Siswa mesti menggunakan waktu secara efektif dan efisien untuk belajar mata pelajaran yang akan diujikan secara nasional.Yang lebih penting lagi siswa harus disiplin terhadap waktu belajar yang telah direncanakan.
Guru mempunyai peran penting dalam membantu siswa menguasai mata pelajaran. Peran yang harus dilakukan guru antara lain: (1) mengajar dengan baik dan menuntaskan materi pembelajaran; (2) membangun proses pembelajaran yang efektif dan efisien; (3) menyelenggarakan program pengajaran perbaikan bagi siswa yang belum menguasai kompetensi; (4) melnyelenggarakan program pengayaan; (5) melakukan penilaian hasil belajar secara berkesinambungan untuk memanhtau proses,kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas secara obyektif, transparan, dan akuntabel
Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah mempunyai peran dalam membantu siswa menghadapi ujian nasional melalui layanan konseling. Peran yang harus dilakukan oleh konselor antara lain : (1) memotivasi siswa dalam belajar ; (2) memberikan kiat cara belajar yang efektif dan efisien; (3) menanamkan rasa percaya diri akan keberhasilan menghadapi ujian nasional;(4) mensugesti optimistic siswa akan keberhasilan menghadapi ujian nasional; (5) menghilangkan rasa cemas dan takut menghadapi ujian nasional; (6) menanamkan disiplin dalam belajar; (7) keterampilan belajar; (8) menghilangkan pesimistis siswa dalam menghadapi ujian nasional; dan sebagainya..

Jurus II : Meningkatkan Rasa Percaya Diri

Kepercayaan diri pribadi adalah suatu yang ingin dimiliki lebih banyak oleh sebagian besar orang, tetapi itu hanyalah masalah membangkitkannya. Bagaimana kita bisa lebih percaya diri? Psikolog dan ahli terapi setuju bila saja pil kepercayaan diri ditemukan, dunia akan menjadi tempat yang jauh lebih menyenangkan dan mereka segera akan kehilangan pekerjaan. Namun,pil kepercayaan diri masih belum diproduksi. Lalu kemana kita harus berpaling menopang kepercayaan diri kita? Pada dasarnya,kita harus berpaling ke dalam diri kita untuk menopang dan mengembangkan bidang dasar yang memerlukan perhatian. Pada dasarnya, kepercayaan diri adalah kombinasi pikiran dan perasaan yang berarti, saya senang kepada diri sendiri dan berpikir bahwa saya orang yang berguna. Di sekolah, siswa yang percaya diri umumnya merasa positif dan kompeten serta menggunakan dua kualitas ini untuk melakukan kegiatan belajar dengan baik, pada waktunya dan barangkali dengan bersemangat. Menjadi percaya diri mungkin kelihatannya sulit sekali, terutama untuk orang yang pesimistis, tetapi sikap yang dipegang mengenai diri sendiri bisa diperbaiki.
Kunci sukses menghadapi ujian nasional adalah membangun rasa percaya diiri akan keberhasilan dengan cara menghilangkan rasa cemas. Rasa cemas merupakan musuh nomor satu dalam menghadapi ujian nasional yang harus segera dihilangkan. Kunci sukses menghadapi ujian nasional adalah memerangi rasa takut dengan keyakinan dan menghadapi kenyataan. Kita akan menjadi percaya diri, penuh rasa kemenangan, dan keberhasilan. Oleh sebab itu janganlah kuatir tentang apa yang akan dihadapi dalam ujian nasional, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginannya kepada Allah dalam doa dan permohonan agar sukses dalam menghadapi ujian nasional dan dengan ucapan syukur. Siswa di dalam belajar harus meningkatkan rasa percaya diri akan keberhasilan,yang ditunjukkan dengan sikap dan perilaku sebagai berikut.
Mengetahui apa yang anda hasilkan dari belajar
Memahami apa yang anda lakukan untuk dapat sukses dalam Ujian Nasional
Memahami kegiatan anda dalam belajar untuk mencapai sukses belajar.
Menghindari semua perbuatan yang berlebihan sehingga mengabaikan kegiatan belajar.
Memahami semua seni perilaku belajar yang wajar dengan ketat dan penuh kesadaran.
Membuktikan kemampuan anda dengan fakta yang dapat menjelaskan berbagai sudut pandang yang berbeda melalui berbagai jenis ujian.
Berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan tugas belajar.
Merencanakan tujuan dan memelihara komitmen dalam pencapaian tujuan belajar.
Rasa percaya diri akan keberhasilan membantu menciptakan perasaan tenang dan menghilangkan kecemasan dan ketakutan.
Keyakinan akan kemampuan diri sendiri menghilangkan kecemasan dan ketakutan.
Rasa percaya diri akan keberhasilan menjadi kunci sukses dalam menghadapi UN.
Rasa percaya diri akan tercapai, jika mampu menguasai keraguan yang merayapi dirinya akan keberhasilan dalam menghadapi ujian nasional. Keraguan merupakan pengganggu yang membuat kita kehilangan kesempatan memperoleh hal-hal yang baik karena kita ragu-ragu mencoba untuk meraihnya.
Mensugesti diri dengan menyatakan optimistik akan keberhasilan keinginan dan maksudnya dengan nada yang meyakinkan tanpa menunjukkan keraguan dalam menghadapi Ujian Nasional. Misalnya : Saya pasti lulus! Saya pasti befrhasil ! Saya pasti nilainya tinggi!

Jurus III : Meningkatkan Konsentrasi Belajar

Membina kekuatan konsentrasi hamper sama dengan mengembangkan dan menguatkan otot tubuh. Namun, siswa akan mampu meningkatkan konsentrasi tanpa mengeluarkan keringat. Ini lebih merupakan masalah latihan yang dingin, tenang dan sungguh-sungguh. Proses dasar dalam mengembangkan kekuatan konsentrasi adalah dengan melakukan tugas mental yang lebih sulit secara bertahap. Tugas ini harus memerlukan periode konsentrasi yang lebih keras dan lebih lama. Sementara menjalankannya, berilah diri sendiri hadiah untuk peningkatan pada rentang konsentrasi.
Untuk meningkatkan konsentrasi belajar dalam menghadapi Ujian Nasional, siswa dituntut mampu menunjukkan perilaku sebagai berikut.
Menyiapkan daftar tugas konsentrasi yang biasa dihadapi dalam kegiatan belajar dan dalam menghadapi Ujian Nasional.
Mengikuti rangkaian kegiatan secara perlahan sehingga dapat menyerap setiap langkah secara mental.
Mengulangi mengucapkan setiap langkah keras-keras untuk membantu menanamkan informasi tersebut ke dalam ingatan.
Mengajukan pertanyaan untuk menjelaskan setiap yang dipelajari atau keraguan.
Pada akhir rangkaian kegiatan, mencoba mengulangi seluruh petunjuk.Perbaiki kesalahan.
Sewaktu menjalankan petunjuk, ulangi langkah-langkah tersebut sementara anda berjalan untuk lebih menanamkannya di dalam ingatan anda, dan ingatan yang kuat diperlukan.

Jurus IV : Mengembangkan Disiplin Diri Dalam Belajar

Disiplin diri sangat penting untuk berhasil dalam belajar menghadapi ujian nasional. Disiplin diri memungkinkan siswa memperoleh kepuasan dan mendapatkan pujian yang sepantasnya dan mungkin menaikan prestasi belajar. Selain kemajuan belajar, disiplin diri dapat juga meningkatkan kehidupan pribadi lebih sehat dan berkembang. Pada hakikatnya, disiplin diri merupakan atribusi penting yang dapat memajukan banyak aspek kehidupan siswa. Di sekolah, disiplin diri berarti siswa maju dengan pesat, belajar dengan lebih efektif dan hasil bisa diandalkan. Menjadi disiplin diri adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sebagian besar siswa. Namun disiplin diri kerap merupakan suatu kualitas yang sukar dicapai. Mengapa? Karena,siswa mungkin harus belajar sejumlah perilaku yang baru dan sulit, seperti mengalahkan kebiasaan menunda. Untuk lebih disiplin diri siswa harus belajar cara untuk menjadi kurang perfeksionis atau belajar cara mengatasi ketakutan yang besar akan kegagalan. Ini merupakan kegiatan belajar yang menuntut kerja keras.
Banyak cara yang dapat dilakukan siswa untuk mengembangkan disiplin dalam belajar, diantaranya adalah sebagai berikut.
Menetapkan tujuan belajar.
Memulai belajar.
Mendefinisikan belajar.
Mengatur belajar dengan membuat perencanaan yang baik.
Membuat batas waktu belajar yang realistik.
Menetapkan ganjaran untuk hasil belajar yang dicapai.
Menghindari penundaan untuk belajar.
Menulis rencana belajar harian setiap hari dan usahakan memulai dengan belajar yang benar-benar penting.
Menaklukan ketakutan akan kegagalan dalam belajar
Berusaha untuk tidak terlalu perfeksionis
Terus belajar meskipun mendapat kritik yang tidak adil

Jurus V : Hidup Teratur Agar Berhasil Dalam Menghadapi Ujian Nasional

Keberhasilan dalam semua bidang kehidupan,termasuk kehidupan dalam belajar, siswa harus bisa hidup teratur. Berhasil dalam belajar dan juga dalam ujian nasional pada dasarnya adalah masalah hidup teratur. Teratur dalam menjalani kegiatan belajar untuk mencapai cita-cita sukses belajar dan sukses dalam ujian nasional. Mulai sekarang siswa tentunya harus menjalani hidup yang teratur,khususnya dalam kegiatan belajar, apalagi dalam waktu dekat akan menghadapi ujian nasional yang merupakan salah satu syarat untuk dapat lulus dari sekolah/madrasah. Menjadi hidup teratur adalah suatu keterampilan yang akan membuat siswa lebih efektif dan efisien dalam belajar dan lebih puas dalam menjalani kehidupan.
Hidup teratur dapat ditempuh dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.
Membuat dan menggunakan rencana harian untuk membuat daftar tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam belajar dan menghadapi UN.
Belajar menurut rencana harian setiap hari.
Mengerjakan tugas-tugas belajar dengan baik dan penuh semangat.
Memberi hadiah kepada diri sendiri untuk setiap pekerjaan yang telah diselesaikan
Menilai keterampilan belajar dan kerja anda.

Jurus VI : Mengelola Waktu Belajar Secara Efektif dan Efisien

Menguasai waktu merupakan salah satu aspek paling penting untuk belajar efektif dan efisien. Siswa harus mengelola tugas-tugas belajar di sekolah dan di rumah, menangani tanggungjawab sebagai pelajar dan juga mengatur waktu santai yang memadai. Siswa harus mengusahakan agar waktu menjangkau semua fungsi dalam hidup, sehingga tujuan hidup dan tujuan belajar dapat diwujudkan. Menyesal sekali, waktu tidak dapat dihasilkan, ditambah, dihentikan, ataupun dibalikkan. Jarum jam terus berputar dengan keteraturan tanpa belas kasihan. Pertanyaan utamanya adalah, bagaimana siswa membuat agar waktulah yang bekerja untuk siswa?
Agar siswa dapat mengelola waktu belajar secara efektif dan efisien, maka ia perlu melakukan beberapa cara seperti berikut.
Belajar menurut rencana harian.
Mencari cara yang memungkinkan anda bisa menggunakan secara produktif waktu yang semula tidak terpakai.
Mulailah melakukan kegiatan belajar yang efektif.
Latihan menempatkan diri anda pada posisi guru yang mengajar dan lihatlah diri anda dari perspektif mereka.
Berbicaralah dengan teman yang lebih pandai dalam belajar dan cobalah strategi yang mereka gunakan untuk meningkatkan produktivitas dalam belajar.
Perbaharui keterampilan belajar anda.
Bersikap antusias terhadap belajar
Belajar dengan sungguh-sungguh
Belajarlah sesuai dengan rencana kegiatan belajar.
Bersikaplah inovatif dalam belajar.

Jurus VII : Meningkatkan Produktivitas Belajar dalam menghadapi Ujian Nasional

Menjadi produktif adalah terpenting dalam hampir semua kegiatan belajar. Produktivitas berarti siswa mengerjakan apa yang diharapkan,dan menyelesaikan pekerjaan dalam belajar. Produktivitas merupakan salah satu unsur utama dalam kepuasan belajar. Dengan belajar keras dan mencapai tujuan yang siswa tetapkan, siswa merasa lebih puas pada penghujung akhir belajar, yaitu lulus dengan hasil yang baik dan memuaskan.
Belajar menurut rencana harian.
Mencari cara yang memungkinkan anda bisa menggunakan secara produktif waktu yang semula tidak terpakai.
Mulailah melakukan kegiatan belajar yang efektif.
Latihan menempatkan diri anda pada posisi guru yang mengajar dan lihatlah diri anda dari perspektif mereka.
Berbicaralah dengan teman yang lebih pandai dalam belajar dan cobalah strategi yang mereka gunakan untuk meningkatkan produktivitas dalam belajar.
Perbaharui keterampilan belajar anda.
Bersikap antusias terhadap belajar.
Belajar dengan sungguh-sungguh.
Belajarlah sesuai dengan rencana kegiatan belajar.
Bersikaplah inovatif dalam belajar.


Jurus VIII : Ketekunan Dalam Belajar

Ketekunan belajar akan menghasilkan kekuatan yang menumbuhkan hasil dalam belajar. Tentuknan pondasi atau landasan, tanamkan pilar yang kuat, kerjakanlah jam demi jam, hari demi hari, dan majulah inci dedmi inci. Dedngan tetap tabah dan tekun akan mencapai keberhasilan. Ketekunan dalam belajar dapat diciptakan dengan melakukan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut.
Kunci sukses dalam belajar adalah bertahan dan ketekunan,karena dengan demikian akan meningkatkan kekuatan dan kemampuan.
Kunci sukses dalam belajar adalah tabah,tekun sebab akan memperkuat dan memperjelas suatu cita-cita yang dinamis.
Kunci sukses dalam belajar adalah berani menanggung apapun untuk senantiasa bertekun dan tabah.
Ketekunan dan ketabahan akan membawa kedaimaian dalm hidup.
Daya tahan merupakan kekuatan yang menumbuhkan hasil yang gemilang.
Upaya yang keras bermula dari ketekunan dan kerajinan.
Ketekunan menguatakan yang lemah, dan memberikan peluang menuju peningkatan dalam mancapai tujuan belajar.
Orang yang tekun akan memperkuat dirinya untuk mencapai suatu tujuan yang berharga (sukses belajar) dan tidak akan dikuasai oleh kecemasan dan frustasi
Orang yang telah mengalami kegagalan sesungguhnya telah memperoleh banyak pengalaman dan pelajaran yang amat baik dan berharga dalam kehidupan.



Jurus IX : Motivasi Diri untuk Berhasil Ujian Nasional

Kunci sukses adalah keyakinan dan motivasi diri untuk berhasil dalam ujian nasional. Seseorang akan berhasil bila ia memotivasi dirinya untuk sukses. Siswa yang baik secara emosional akan jauh lebih mampu memotivasi dirinya dibandingkan dengan siswa yang dipenuhi keraguan, kecemasan dan emosi yang belum dewasa. Untuk menumbuhkan motivasi diri untuk berhasil dalam Ujian Nasional, siswa harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.
Siswa yang mempunyai motivasi diri yang baik adalah siswa yang mempunyai cita-cita, dinamis dan tekun mencurahkan diri dan kemampuannya untuk mencapai cita-cita dalam belajar.
Mengembangkan dan membuat rencana yang mempunyai jangkauan ke depan sehingga dengan demikian akan mempunyai motivasi untuk mencapainya.
Menumbuhkan kegairahan belajar yang dinamis.
Mencurahkan seluruh jiwa raganya pada belajar itu akan keluar sebagai pemenang,yaitu sukses dalam menghadapi ujian nasional.
Menghidupkan keinginan yang kuat untuk mencapai cita-cita sukses dalam ujian nasional.
Tetap menatap suatu cita-cita untuk mencapai sukses dfalam ujian nasional.
Mengembangkan dan menumbuhkan suasana persaingan yang sehat dan rasa bangga akan dirinya sendiri.
Rendahnya motivasi belajar terlihat adanya siswa yang gagal belajar, drop-out.
Siswa akan berhasil dalam belajar jika ia memotivasi dirinya untuk berhasil.
Bila siswa percaya dan yakin bahwa upaya belajarnya membawa manfaat , ini berarti mempunyai motivasi yang tepat.
Keyakinanlah dan bukan keuntungan yang memotivasi diri.
Siswa harus dimotivasi oleh keyakinan diri mereka untuk berhasil dalam belajar dan mencapai cita-cita.
Motivasi muncul jika siswa memiliki rencana yang dinamis dan nyata tentang apa yang hendak dicapainya (misal lulus Ujian Nasional ).
Oleh karena itu kunci sukses dalam Ujian Nasional adalah mengembangkan dan membuat rencana jangkauan ke depan,yaitu lulus Ujian Nasional dengan jujur sehingga akan memotivasi diri sendiri.
Kunci sukses dalam Ujian Nasional adalah kegairahan belajar yang dinamis. Kegairahan belajar akan dapat memotivasi diri untuk berhasil dalam Ujian Nasional.
Siswa yang mencurahkan seluruh jiwa raganya pada belajar akan keluar sebagai pemenang sebagai siswa yang sukses dalam Ujian Nasional.
Motivasi yang tepat akan membuahkan hasil yang memuaskan dan menggembirakan,yaitu lulus Ujian Nasional dan lulus dari sekolah.
Motivasi akan tumbuh dalam dirinya jika siswa mempercayai orang lain; mampu untuk menilai diri sendiri, mampu memperoleh rasa aman, serta mampu untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri.

Jurus X : Bersikap Positif Terhadap Ujian Nasional

Sikap positif terhadap ujian nasional sangat diperlukan bagi siswa dalam menghadapi ujian nasional, sehingga siswa akan dapat bertindak sesuai dengan obyek sikap atau bersedia untuk bereaksi positif terhadap obyek sikap yaitu ujian nasional. Kunci sukses dalam menghadapi ujian nasional adalah bersikap yang tepat, yaitu bersikap positif. Sikap siswa menentukan sukses yang akan dicapai. Buah sukses, keasyikan dan kesenangan dalam mengukir keberhasilan, damai,meningkatkan keinginan dan semangat berkompetisi dan lain-lain tidak akan bisa capai bila pandangan tentang keinginannya, tentang hasil dan keberhasilan siswa kurang tepat. Sepatutnya ada kepuasan batin karena apa yang siswa lakukan tepat dan benar. Sikap positif menentukan tindakan yang akan dilakukan yaitu giat belajar, semangat tinggi, percaya diri untuk berhasil menghadapi ujian nasional.
Sikap positif memiliki peranan yang sangat penting dalam menghadapi Ujian Nasional. Untuk menumbuhkan sikap positif, siswa hendaknya memiliki pandangan sebagai berikut.
Ujian Nasional adalah penting untuk mengukur pencapaian standar kompetensi lulusan secara nasional.
Ujian Nasional adalah Penilaian eksternal, dilakukan oleh lembaga mandiri untuk menilai pencapaian hasil pembelajaran dengan menggunakan standar tertentu, untuk memperoleh pengakuan dan pertanggungjawaban secara lebih luas.
Ujian Nasional adalah suatu upaya assessment of learning, yang dilakukan oleh evaluator eksternal guna pengendalian mutu secara nasional dan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Ujian Nasional penting untuk digunakan sebagai alat pertanggungjawaban sekolah dan pengambil kebijakan pendidikan kepada orang tua dan masyarakat.
Bagi peserta didik yang belum mencapai standar kompetensi yang ditetapkan sedbagai kriteria kelulusan, maka harus termotivasi untuk belajar lebih giat, bukan malah berbuat curang dan putus asa.
Ujian Nasional berfungsi sebagai upaya untuk menilai tentang materi yang telah dikuasai peserta didik setelah belajar di sekolah.
Ujian Nasional harus dihadapi secara wajar seperti halnya menghadapi ujian sekolah/madrasah,dan ujian yang dilakukan oleh guru di sekolah.
Ujian Nasional sebagai quality control yang artinya setiap lulusan mendapat jaminan sudah mencapai standar nasional;
Ujian Nasional sebagai bekal bagi lulusan menurut standar yang telah ditetapkan;
Ujian Nasional alat untuk memotivasi semangat belajar mengajar peserta didik dan guru agar bekerja lebih serius; dan
Ujian Nasional sebagai alat untuk menyeimbangkan antara pressure dan support.
Dengan Ujian Nasional,maka keberhasilan guru mengajar maupun murid belajar dapat dinilai oleh pihak ketiga yang lebih obyektif dan hasilnya dapat dibandingkan dengan guru dan murid di tempat lain, atau dibandingkan dengan prestasinya sendiri di masa lampau.
Peserta didik yang tidak lulus karena belum optimal belajar, harus berupaya lebih giat lagi agar dapat lulus pada kesempatan berikutnya.
Sekolah/madrasah,dinas pendidikan dan kemenag tingkat kabupaten/kota,dinas pendidikan dan kanwil kemenag tingkat provinsi, dan tingkat kementerian pendidikan, dan kemneterian agama harus melakukan evaluasi dan analisis,
kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk pembinaan dan pemberian bantuan kepada sekolah/madrasah dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya.
Upaya perbaikan bagi peserta didik yang belum lulus harus dilakukan melalui:
kegiatan konseling oleh konselor, dan
kegiatan pengajaran perbaikan oleh guru mata pelajaran sesuai dengan tingkat dan karakteristik masalah dan kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik.

Semoga dengan tulisan ini akan dapat membantu siswa dalam menghadapi ujian nasional dengan sukses,jujur,dan akuntabel. Banyak orang ingin meraih sukses, tetapi tidak semua mencapaunya, seakan-akan sukses tersebut adalah sesuatu yang jinak-jinak memrpati, pandai berkelit, atau licin bagaikan belut. Oleh karena itu jika siswa ingin sukses dalam menghadapi ujian nasional, harus banyak upaya yang dipilih dan dilakukan dengan cermat, buat rencana yang matang, hilangkan rasa cemas dan takut menghadapi ujian nasional, kuasi materi pembelajaran, meningkatkan rasa percaya diri terhadap keberhasilan, meningkatkan konsentrasi belajar, mengembangkan disiplin, hidup teratur, mengelola waktu belajar secara efektif dan efisien,, meningkatkan produktivitas belajar, tekun dalam belajar,, tingkatkan motivasi diri untuk berhasil, dan bersikap positif terhadap ujian nasional.
Selamat menghadapi ujian nasional dan semoga sukses,jujur,dan akuntabel.

Pelayanan Dasar Bimbingan dan Konseling


1. Pengertian

Pelayanan Dasar adalah salah satu komponen program Pelayanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif, yang saat ini dikembangkan di Indonesia. Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani kehidupannya.

Di Amerika Serikat sendiri, istilah pelayanan dasar ini lebih populer dengan sebutan kurikulum bimbingan (guidance curriculum). Tidak jauh berbeda dengan pelayanan dasar, kurikulum bimbingan ini diharapkan dapat memfasilitasi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu dalam diri siswa yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangannya (Bowers & Hatch dalam Fathur Rahman)

Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan pengembangan pengalaman tersetruktur yang disebutkan.

2. Tujuan Pelayanan dasar

Pelayanan dasar bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (4) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.

3. Fokus Pengembangan Pelayanan dasar

Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara lain mencakup pengembangan: (1) self-esteem, (2) motivasi berprestasi, (3) keterampilan pengambilan keputusan, (4) keterampilan pemecahan masalah, (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau berkomunikasi, (6) penyadaran keragaman budaya, dan (7) perilaku bertanggung jawab. Hal-hal yang terkait dengan perkembangan karir (terutama di tingkat SLTP/SLTA) mencakup pengembangan: (1) fungsi agama bagi kehidupan, (2) pemantapan pilihan program studi, (3) keterampilan kerja profesional, (4) kesiapan pribadi (fisik-psikis, jasmaniah-rohaniah) dalam menghadapi pekerjaan, (5) perkembangan dunia kerja, (6) iklim kehidupan dunia kerja, (7) cara melamar pekerjaan, (8) kasus-kasus kriminalitas, (9) bahayanya perkelahian masal (tawuran), dan (10) dampak pergaulan bebas.

4. Strategi Pelaksanaan Pelayanan dasar
Bimbingan Kelas; Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).
Pelayanan Orientasi; Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah/Madrasah, untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di Sekolah/Madrasah biasanya mencakup organisasi Sekolah/Madrasah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah/Madrasah.
Pelayanan Informasi; Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik. melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
Bimbingan Kelompok; Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti : cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi); Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

Sumber:

Diambil dari:

Fathur Rahman. tt. Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. Pendidikan Profesi Guru Bimbingan Dan Konseling/Konselor (PPGBK). Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta: Yogyakarta.

Hindari Memotivasi dengan Ancaman!

Dalam perspektif manajemen, salah satu tugas yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah berusaha memotivasi setiap individu yang dipimpinnya agar memiliki motivasi yang kuat dalam melaksanakan setiap tugas dan pekerjaannya, sehingga pada girilirannya dapat dihasilkan kinerja yang unggul. Misalnya, untuk meningkatkan kinerja guru, kepala sekolah atau pengawas sekolah dituntut untuk dapat membina dan meningkatkan motivasi kerja guru. Demikian pula, untuk meningkatkan kinerja siswa (prestasi belajar siswa), seorang guru dituntut untuk dapat membina dan meningkatkan motivasi belajar siswanya.

Upaya memotivasi (motivating) individu dapat dilakukan melalui berbagai cara. Menurut Huse dan Bowditch (1973), terdapat tiga model memotivasi seseorang, yaitu: (1) model kekuatan dan ancaman; (2) model ekonomik/mesin, dan (3) model pertumbuhan-sistem terbuka.

Yang akan kita bicarakan di sini adalah model yang pertama yaitu pemotivasian model kekuatan dan ancaman (a force and coercion model). Model ini merupakan model tertua dan sangat sederhana dalam memahami atau memandang manusia. Model ini mempratikkan pemotivasian dengan cara memaksa orang lain (baik melalui tindakan atau verbal) untuk berperilaku tertentu dengan cara menggunakan ancaman, intimidasi atau bentuk lain yang bersifat represif dengan menggunakan kekuatan (power), yang dimilikinya.

Asumsi yang mendasari model pemotivasian model kekuatan dan ancaman ini adalah bahwa seseorang akan bekerja (belajar atau berperilaku) dengan baik apabila disudutkan pada sebuah situasi, di mana ia hanya bisa memilih bekerja ataukah dihukum (Huse dan Bowditch, 1973).

Asumsi ini senada dengan asumsi yang mendasari teori X-nya McGregor, bahwa pada dasarnya manusia itu malas, suka menghindari tugas dan tanggung jawab, dan apabila tidak diintervensi dan diancam oleh atasan, maka ia akan pasif. Oleh sebab itu agar seseorang mau bekerja ia harus dipaksa (Carver dan Sergiovanni, 1969).

Pemotivasian Model Kekuatan dan Ancaman oleh beberapa kalangan sering disebut sebagai strategi buntu, yaitu strategi yang terpaksa digunakan ketika pemimpin sudah merasa kehabisan akal (atau justru kehilangan kewarasannya?) untuk merubah perilaku orang-orang yang dipimpinnya.

Sepintas, model pemotivasian yang menebarkan kecemasan ini tampak sangat efektif untuk memotivasi seseorang. Melalui ancaman dan intimidasi tertentu, orang akan menjadi patuh dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan (atau mungkin tepatnya sesuai dengan keinginan).

Namun dibalik itu perlu diwaspadai, penggunaan pemotivasian model kekuatan dan ancaman ini ternyata dapat menjadikan orang tidak bahagia dan dapat merusak kepribadian seseorang. Dengan adanya ancaman terus menerus, orang akan merasa tidak bisa mengembangkan potensinya, mengalami ketumpulan berfikir, dan mengalami ketegangan jiwa (stress).

Dalam konteks sekolah, Les Parsons dalam bukunya yang berjudul Bullied Teacher Bullied Student mengupas tentang perilaku intimidasi di sekolah yang dilakukan siswa, guru dan kepala sekolah. Dikatakannya, bahwa pelaku intimidasi secara sengaja bermaksud menyakiti seseorang secara fisik, emosi atau sosial dan pelaku intimidasi sering merasa perbuatannya itu dapat dibenarkan.

Dalam konteks bisnis, hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr Nicolas Gillet, dari Universite François Rabelais di Prancis menunjukkan bahwa manajer yang menggunakan ancaman sebagai cara untuk memotivasi karyawan, cenderung memiliki dampak negatif pada kesejahteraan karyawan.

Jika sudah seperti ini, maka hasil dari upaya pemotivasian akan menjadi terbalik, seharusnya dapat meningkatkan kinerja atau prestasi yang lebih baik malah yang terjadi adalah penderitaan dan kerusakan kepribadian.

Oleh karena itu, untuk menjadi pemimpin yang sukses sedapat mungkin kita perlu menghindari penggunaan pemotivasian model kekuatan dan ancaman ini. Gunakanlah cara-cara pemotivasian lain yang lebih manusiawi, yang dapat menjadikan orang-orang berbahagia, mampu berinovasi dan dapat mengoptimalkan segenap potensi yang dimilikinya.

LANGKAH LANGKAH PEMBELAJARAN KARAKTER

A. PENDAHULUAN
    Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
  1. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran;
  2. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
  3. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan
  4. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
Contoh alternatif :
  1. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
  2. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
  3. Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: religius)
  4. Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin, rajin)
  5. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli)
  6. Memastikan bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yangditanamkan: disiplin)
  7. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang ditanamkan:disiplin, santun, peduli)
  8. Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
  9. Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD
B. KEGIATAN INTI
    Sesuai permen 41 tahun 2007 Pembelajatan melalui 3 tahapan yakni :
  1.  Eksplorasi (peserta didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa)
  • Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
  • Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
  • Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
  • Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
   2.  Elaborasi (peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta            sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan pembelajaran lainnya sehingga            pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik lebih luas dan dalam.)
  • Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugastugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
  • Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
  • Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
  • Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
  • Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
  • Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
     3. Konfirmasi (peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau                         keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa)
  • Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
  • Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
  • Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
  • Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru:
         a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang                menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang              ditanamkan: peduli, santun);
         b) membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
         c) memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai              yang ditanamkan: kritis);
         d) memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu);
         e) memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif                     (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri). 
C. Penutup
    Dalam kegiatan penutup, guru:
  1. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kritis, logis);
  2. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakanseca ra konsisten dan terprogram (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan);
  3. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis);
  4. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan
  5. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar internalisasi nilai-nilai terjadi dengan lebih intensif selama tahap penutup.

  1. a. Selain simpulan yang terkait dengan aspek pengetahuan, agar peserta didik difasilitasi membuat pelajaran moral yang berharga yang dipetik dari pengetahuan/keterampilan dan/atau proses pembelajaran yang telah dilaluinya untuk memperoleh pengetahuan dan/atau keterampilan pada pelajaran tersebut.
  2. b. Penilaian tidak hanya mengukur pencapaian siswa dalam pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pada perkembangan karakter mereka.
  3. c. Umpan balik baik yang terkait dengan produk maupun proses, harus menyangkut baik kompetensi maupun karakter, dan dimulai dengan aspek-aspek positif yang ditunjukkan oleh siswa.
  4. d. Karya-karya siswa dipajang untuk mengembangkan sikap saling menghargai karya orang lain dan rasa percaya diri.
  5. e. Kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok diberikan dalam rangka tidak hanya terkait dengan pengembangan kemampuan intelektual, tetapi juga kepribadian.
  6. Berdoa pada akhir pelajaran.
Faktor lain yang perlu diperhatikan:
  1. Guru harus merupakan seorang model dalam karakter. Dari awal hingga akhir pelajaran, tutur kata, sikap, dan perbuatan guru harus merupakan cerminan dari nilainilai karakter yang hendak ditanamkannya.
  2. Guru harus memberikan reward kepada siswa yang menunjukkan karakter yang dikehendaki dan pemberian punishment kepada mereka yang berperilaku dengan karakter yang tidak dikehendaki. Reward dan punishment yang dimaksud dapat berupa ungkapan verbal dan non verbal, kartu ucapan selamat (misalnya classroom award) atau catatan peringatan, dan sebagainya. Untuk itu guru harus menjadi pengamat yang baik bagi setiap siswanya selama proses pembelajaran.
  3. Hindari mengolok-olok siswa yang datang terlambat atau menjawab pertanyaan dan/atau berpendapat kurang tepat/relevan. Pada sejumlah sekolah ada kebiasaan diucapkan ungkapan Hoo … oleh siswa secara serempak saat ada teman mereka yang terlambat dan/atau menjawab pertanyaan atau bergagasan kurang berterima. Kebiasaan tersebut harus dijauhi untuk menumbuhkembangkan sikap bertanggung jawab, empati, kritis, kreatif, inovatif, rasa percaya diri, dan sebagainya.
  4. Guru memberi umpan balik dan/atau penilaian kepada siswa, guru harus mulai dari aspek-aspek positif atau sisi-sisi yang telah kuat/baik pada pendapat, karya, dan/atau sikap siswa.
  5. Guru menunjukkan kekurangan-kekurangannya dengan ‘hati’.Dengan cara ini sikap-sikap saling menghargai dan menghormati, kritis, kreatif, percaya diri, santun, dan sebagainya akan tumbuh subur.

Monday, March 26, 2012

Pentingnya Pendidikan Karakter




Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.


Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

sumber : Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional

Tentang Pendidikan Karakter


Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), dan implementasi pembelajaran dan penilaian di sekolah, tujuan pendidikan di SMP sebenarnya dapat dicapai dengan baik. Pembinaan karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.

Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta didik.

Selama ini, pendidikan informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik. Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan karakter peserta didik .

Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik.

Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.

Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP perlu segera dikaji, dan dicari altenatif-alternatif solusinya, serta perlu dikembangkannya secara lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah, meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya.

Melalui program ini diharapkan lulusan SMP memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya sekolah.

Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMP, yang antara lain meliputi sebagai berikut:
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja;
Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri;
Menunjukkan sikap percaya diri;
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas;
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional;
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya;
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;
Mendeskripsikan gejala alam dan sosial;
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab;
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;
Menghargai karya seni dan budaya nasional;
Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya;
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik;
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana;
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;
Memiliki jiwa kewirausahaan.

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-nilai tersebut.

Dampak Pendidikan Karakter Terhadap Akademi Anak


Saat ini mulai marak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Tetapi yang masih umum diterapkan mengenai pendidikan karakter ini masih pada taraf jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak). sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya masih sangat-sangat jarang sekali. kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum menyentuh aspek karakter ini, meskipun ada pelajaran pancasila, kewarganegaraan dan semisalnya, tapi itu masih sebatas teori dan tidak dalam tataran aplikatif. Padahal jika Indonesia ingin memperbaiki mutu SDM dan segera bangkit dari ketinggalannya, maka indonesia harus merombak istem pendidikan yang ada saat ini.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya sebenarnya apa sih dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.

Selain itu Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah. Namun masalahnya, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah, dan menurunnya mutu lulusan SMP dan SMU.

Jadi, pendidikan karakter atau budi pekerti plus adalah suatu yang urgent untuk dilakukan. Kalau kita peduli untuk meningkatkan mutu lulusan SD, SMP dan SMU, maka tanpa pendidikan karakter adalah usaha yang sia-sia. Kami ingin mengutip kata-kata bijak dari pemikir besar dunia.

Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character”(pendidikan tanpa karakter).

Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya).

Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)..

O leh:
Russell T. Williams (Jefferson Center For Character Education-USA)
Ratna Megawangi (Indonesia Heritage Foundation)
Tuhan tidak menjanjikan hari-harimu tanpa duka, kegembiraan tanpa penderitaan, tetapi ia sungguh menjanjikan kekuatan untuk menghadapi hari-harimu, penghiburan bagi air matamu, dan terang bagi jalanmu